Politik penampilan adalah bagaimana kita mengekspresikan diri kita dalam kehidupan sehari-hari. Politik di sini maksudnya berbagai cara, strategi, maksud, kepentingan, dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dengan penampilan tersebut. Hal penampilan itu meliputi bagaimana kita memperlihatkan dan menghadirkan diri (atau yang lain), termasuk sebaliknya yang tidak diperlihatkan dan tidak dihadirkan.
Politik penampilan merupakan cara-cara bagaimana kita memanfaatkan sekian banyak sarana dan fasilitas ekspresi. Fasilitas ekspresi tersebut adalah hal-hal verbal, visual, dan audio, ataupun berbagai perangkat lain yang ikut dihadirkan dalam suatu penampilan. Hal yang ditampilkan selalu berubah, sesuai dengan konteks yang mengondisikan kehadiran suatu penampilan.
Mari kita membayangkan seseorang menghadirkan dirinya di media sosial. Mungkin bukan semata-mata tentang dirinya, tetapi termasuk bagaimana orang tersebut menghadirkan informasi tertentu, menghadirkan sosok yang lain, bahkan hingga hanya sekedar mengirim ulang apa pun yang ditemukan di media sosial.
Politik penampilan biasanya ingin memperlihatkan terkait dengan siapa orang tersebut dan posisi sosial dan politik apa yang diambil. Di balik itu, hal itu dimaksud untuk mempengaruhi pihak lain, mungkin dengan cara memberi informasi langsung tentang suatu hal. Pada tataran kewacanaan, bisa saja yang terjadi adalah penghadiran sikap kritis, atau memperlihatkan kesuksesan, kegembiraan, kebahagiaan, kesedihan, kekalutan, kemuraman, dan sebagainya.
Kita mengambil contoh, bagaimana seorang pejabat tinggi dihadirkan oleh seseorang. Seorang tersebut bisa siapa saja, bisa dalam posisi bukan orangnya pejabat tinggi tersebut, bisa pula dalam posisi orang tersebut sebagai bagian dari tim pejabat termaksud. Ada dua aspek politik penampilan di dalamnya.
Pertama, lapis bagaimana pejabat tinggi tersebut menskenario penampilan dirinya. Misalnya, mulai dari ruang apa yang dimasuki pejabat tersebut, cara berbahasa dan wacana di dalamnya, ekspresi raut muka, pilihan pakaian dan asesoris lainnya. Bisa saja penampilan sesuai dengan rencana, tetapi bisa saja terjadi hal-hal insidental yang tidak sesuai dengan tujuan penampilan.
Kedua, bagaimana pejabat tinggi tersebut ditampilkan. Hal ini terkait dengan cara dan siasat penampilan orang yang menampilkan pejabat tinggi tersebut. Beberapa hal yang dapat diduga antara lain jika orang tersebut bermaksud mempengaruhi pihak lain, baik dalam posisi mendukung atau menolak petinggi tersebut. Hal itu dapat diketahui bukan saja dari pilihan verbalitas dan visualitas dari pejabat tersebut. Tidak kalah pentingnya adalah sudut pandang pejabat tersebut dihadirkan.
Berbagai manipulasi teknis sangat banyak terjadi di tataran ini. Berbagai kasus, dalam segala keberadaan seseorang, kini sering sekali menjadi viral. Bagaimana presiden atau gubernur menghadirkan dan dihadirkan, tidak pelak akan menghadirkan berbagai penafsiran. Penafsiran pun tidak luput dari politik penampilan berikutnya, dalam posisi penafsiran politik penampilan yang berbeda-beda. Yang terjadi kemudian adalah perang politik dan penafsiran tampilan.
Sebagai politik penampilan, bisa saja tujuan tercapai sesuai dengan maksud dan tujuan, tetapi bisa juga tidak tercapai dengan efek lain yang tidak atau belum direncanakan. Kalau kita masuk ke ruang yang lebih besar, misalnya untuk calon presiden pada pemilu 2024. Termasuk dalam dua lapis politik penampilan di atas, hal yang telah, sedang, dan akan terus terjadi adalah berbagai debat dan pertengkaran tentang kinerja calon presiden.
Proses dan kehadiran politik penampilan akan terus berjalan. Jika persoalannya terkait dengan para pemimpin dalam konteks perseteruan politik penampilan, maka pertanyaan besarnya, politik penambilan seperti apa yang menyentuh dan bisa diterima masyarakat luas. Hal ini tentu penting untuk dikaji secara tersendiri.
Memang, masyarakat luas adalah keragaman itu sendiri, dalam konteks keberadaan yang berbeda. Konteks itu meliputi pendidikan, agama, suku, kelas-kelas ekonomi, dan berbagai kondisi sosial, politik, dan budaya yang berbeda. Situasi tersebut juga memperlihatkan bagaimana kemudian penilaian politik penampilan, ada yang suka banget, suka, sekedar suka, cukup suka, tidak suka, tidak suka banget, bahkan hingga benci. * * *
Oleh Aprinus Salam
Foto oleh John Diez dari Pexels
(Kedaulatan Rakyat, Senin 26 Juli 2021)